setting

Skenario takdir-Nya : Catatan HATI tentang Awal dan Akhir

Catatan HATI tentang Awal dan Akhir

“Ketika Allah membukakan pintu pengertian bagimu tentang penolakanNya, maka penolakan itu pun berubah menjadi pemberian.” –Ibnu Athaillah

Jakarta Islamic Hospital. Kamis, 12 Desember 2013

“Kok detak jantungnya ngga terdeteksi ya?” Ujar dokter Maya sambil menggerak-gerakkan alat usg intravagina dengan tangannya ke kiri dan ke kanan, berusaha mencari detak jantung janin di rahim Aida. Matanya fokus memandang ke arah layar monitor.

“Tuh, lihat garisnya lurus. Harusnya kalau ada detak jantung, terbentuk grafik naik turun”
Aidha dan suaminya terdiam sambil terus memperhatikan hasil USG di layar, berharap ada  garis naik turun di sana. Tidak ada perubahan. Pun ketika dokter Maya mengubah posisi alatnya, garis yang ditunjukkan dokter Maya tetap lurus.

“Tidak ada detak jantung atau mungkin masih belum terdeteksi, dokter?” Tanya Aida cemas.

“Saat ini umur kehamilan ibu sebelas minggu, harusnya sih sudah ada. Tapi ini belum terlihat. Dari ukurannya juga kurang normal, karena ini ukuran janin tujuh minggu. Kalau prediksi saya janinnya sudah tidak ada..”

Deg.

Pernyataan dokter Maya barusan sulit untuk ia percaya.

Pagi itu, Aidha dan suaminya, Umar, pergi bersama ke rumah sakit untuk melihat pertumbuhan janin yang ada di rahim Aida. Bahkan mereka telah mempersiapan sebuah nama untuk putra mereka kelak. Seorang putra yang mereka tunggu kehadirannya. Ya, pagi tadi semua cerah. Tapi siapa yang dapat mengira skenarioNya?

“Coba kita tunggu dua minggu lagi ya bu, mungkin saja ada perkembangan. Kalau sebelum dua minggu itu terjadi pendarahan, segera ke rumah sakit” tambah dokter Maya.

Aida dan Umar menayakan beberapa kemungkinan mengenai janin mereka.

“Terimakasih dokter” Ucap Aida dan Umar seusai mendengar seluruh penjelasan dari dokter Maya.

Suasana hening. Aida dan Umar beranjak dari ruang periksa, menyelesaikan administrasi, dan bersiap untuk menuju tempat kerjanya masing-masing. Perjalanan dari rumah sakit menuju kantor dilalui pasangan itu dengan diam seribu bahasa. Sesekali Umar mengusap-usap lengan Aida.

Sesampainya di kantor. Aida menyalami tangan Umar. Seperti ada yang tercekat di lehernya, tak sepatah katapun keluar dari mulut Aida.

“Semangat de! :D” Ucap umar sambil tersenyum dan menggenggam kuat lengan Aida. “Dikuatin lagi ibadahnya” ucap Umar sebelum ahkhirnya mereka berpisah pagi itu.
Aida melangkahkan kakinya memasuki kantor. Seusai meletakkan tasnya, Aida menaiki lift ke lantai 6, menuju masjid. Ia mengambil wudhu; melaksanakan shalat dhuha; memohon ampun atas setiap kekhilafan yang ia buat, nikmat-nikmat Allah yang mungkin belum sepenuhnya disyukurinya, dosa-dosanya yang ia lakukan baik yang tampak maupun tersembunyi. Berkali-kali istigfar terucap dari lidahnya. Setetes demi setetes air mata menetes di pipi Aida tertampar-tampar angin pagi itu.

Ya, semua punya Allah dan untuk mencapai ridha Allah.  Aida hanya bisa mendo’akan yang terbaik untuk janin yang ada di rahimnya.

Sekembalinya Aida ke ruangannya, Ia menerima sebuah pesan singkat dari Umar:

“Dek mungkin tadi alatnya rusak :D
Kita semua milik Allah. Allah kuasa menghidupkan yang mati, dan mematikan yang hidup :)
Mungkin ini cara Allah untuk menyentil hati kita agar kembali rindu padaNya :)
Aku sayang kamu, dan semua kebaikan melekat pada dirimu. Termasuk kebaikan yang Allah sisipkan di  janin yang ada di rahimmu, yang Allah genggam kuat takdirnya :)

Kalimat demi kalimat yang dikirim suaminya kembali menumbuhkan kepercayaan Aida. Ia masih harus tetap optimis janin di dalam rahimnya bisa dipertahankan. Masih ada waktu dua minggu lagi untuk berikhtiar dan berdo’a.

***

Usia seperti jalan setapakyang setiap hari kita laluikita senantiasa mengingat apa yang sudah dilewatidan tetap saja menerka-neraapa yang bakal terjadi Kantor. Selasa, 17 Desember 2013

Siang itu menjelang dzuhur, Aida merasakan mulas di  perut bagian bawahnya. Rasa yang familiar seperti sedang akan datang bulan. Hampir seminggu berlalu sejak kontrol terakhir kemarin. Waktu seminggu yang membuatnya cukup was-was. Hampir setiap kali ke kamar kecil, ada perasaan khawatir dalam benak Aida kalau tiba-tiba saja ada flek atau darah. Dan benar saja, sesuatu yang tidak diharapkannya itu terjadi, darah berwarna merah kehitaman keluar dari rahim Aida.Aida mencoba menenangkan diri dan mengabari Umar.

Umar yang saat itu sedang bekerja di kantornya bersegera menyelesaikan pekerjaannya dan beranjak menjemput Aida. Mereka pulang ke rumah untuk berdiskusi dengan bapak, beristirahat sejenak, sambil menunggu waktu Ashar. Umar segera menghubungi pihak rumah sakit untuk membuat janji periksa dengan dokter kandungan yang berjaga sore itu. Setelah Ashar, Aida ditemani Umar dan Bapak pergi ke rumah sakit.

***

Sebab tak ada peristiwa dunia sekecil apapun,Yang tak tercatatat di buku besarNya

Jakarta Islamic Hospital. Selasa, 17 Desember 2013.

Pukul 17:00, Aida dipanggil ke ruang dokter. Dokter kandungan yang bertugas sore itu adalah dokter Selly. Setelah menanyakan beberapa hal terkait kondisi kandungan Aida dan kronologis kejadian siang tadi, dr. Selly segera melakukan pemeriksaan USG Intravagina .

“Dilihat dari janinnya, ini lebih kecil dari yang minggu lalu. Kemudian dari kantung kehamilannya, sekarang sudah tidak sempurna lagi. Di beberapa titik sudah terlihat adanya peluruhan” Ujar dokter Selly menjelaskan sambil mengamati USG di layar

“Jadi, sebaiknya..bagaimana dokter?” Tanya Aida. Seluruh indranya mencoba menasbihkan kesucian dan kebesaran Allah, mencegah agar air matanya tidak menetes

“Keputusannya saya serahkan kepada bapak dan ibu. Tapi, kalau saran saya, ini harus segera dikeluarkan. Karena janinnya sudah tidak ada dan menjadi benda asing di dalam tubuh. Secara fisiologis, tubuh akan berusaha mengeluarkannya, paling lama benda asing berada di dalam tubuh itu dua minggu. Jika sudah lebih dari dua minggu justru akan membahayakan tubuh” Jelas dokter Selly

“Proses pengeluarannya itu bagaimana dokter?” Tanya Umar kepada dokter Selly

“Prosesnya bisa dengan dua cara. Pertama, langsung dibersihkan dengan dikuret. Kedua, dengan menggunakan obat peluruh. Dilihat dari kantung kehamilannya yang sudah cukup besar, dengan obat peluruh prosesnya agak lama, dan dikhawatirkan tidak bersih.”

Setelah berdiskusi. Aida dan Umar akhirnya sepakat untuk melakukan kuretase.

Dokter Selly kemudian menjelaskan persiapan menjelang kuret hingga proses kuretase yang akan dilaksanakan malam itu hingga besok pagi , kemudian membuatkan surat untuk persiapan ruang operasi dan tim medis.

“Kalau Aida sudah yakin, sudah jangan pikirkan apa-apa lagi. Sekarang masih ada waktu sampai jam 8 malam, lebih baik pulang, istirahat, dan makan malam di rumah dulu. Nanti balik lagi ke sini” Ujar Bapak menenangkan.

Mudah-mudahan Aida diberi kesabaran. Apapun yang terjadi, sudah kehendak Yang Kuasa. Ibu selalu berdoa untuk Aida, juga untuk suami

Sebuah pesan juga diterima Aida dari ibunya.

Pesan demi pesan lain, mulai masuk dari keluarga dan teman-teman Aida. Berisi do’a-do’a dan ucapan semangat.  Bersyukur atas nikmatNya yang terus terulur. Dalam kondisi sakit seperti itu, rahmatNya terwujud melalui kasih sayang orang-orang di sekeliling. Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang dalam semua situasi.

***

Jakarta Islamic Hospital, pukul 9 malam

Aida sudah kembali lagi ke rumah sakit. Bersiap untuk pemasangan alat. Sebelum dipasang alat, perawat terlebih dahulu mengukur tekanan darah dan rekam jantung, juga mengambil sampel darah Aida untuk diperiksa pembekuan darahnya. Setelah pemasangan infus dan menunggu beberapa saat di ruang rawat, Jam 10 malam proses pemasangan alat dimulai. Aida dibawa ke sebuah ruangan khusus bersama dua orang perawat, umar diminta untuk menunggu di luar.

Luminaria. Itu adalah nama alat yang dipasang di mulut rahim. Bentuknya seperti batang tusuk gigi, namun akan membesar, karena alat itu menyerap air yang keluar dari rahim. Fungsinya untuk membuka mulut rahim agar proses kuret bisa dilakukan. Lama pemasangannya dua belas jam sebelum proses kuret.

“Aduuh.. sakiit susteer” Aida mengerang kesakitan.

“Iya bu, tahan sedikit ya..” Ujar sang perawat sambil terus berusaha memasukkan alat

“Susteeer.. sakiit.. itu lagi luka, jangan didorong keras-keras..” Aida masih terus mengerang kesakitan

“Sedikiiit lagi bu, ibu tarik nafas yang dalam, keluarkan. Jangan mengejan ya, nanti alatnya keluar lagi. Tadi sebenernya udah masuk tapi keluar lagi”  komando sang perawat

Setelah 30 menit, akhirnya proses pemasangan luminaria selesai juga. Aida kembali di bawa ke ruang rawat inap.

“Ibu istirahat ya malam ini. Dan sampai besok dikuret harus puasa dulu ya. Nanti kalau ada apa-apa tinggal tekan tombol di sebelah tempat tidur”  Ujar perawat sebelum meninggalkan Aida dan Umar di ruang rawat.

Detik-detik berlalu. Suasana sepi. Hanya beberapa perawat yang sesekali melintas, dan suara bayi yang baru lahir dari ruangan sebelah yang memecah keheningan malam. Mata Aida belum juga bisa terpejam malam itu, ia masih merasakan kontraksi di rahimnya dan darah yang perlahan-lahan mulai merembes. Hatinya basah.

Aida membangunkan Umar yang sudah terlelap kelelahan.

“Kak, sakiit..”  entah sudah berapa kali Aida mengerang kesakitan. Dengan sabar, Umar bangkit dari tempat tidurnya dan menghampiri Aida, mengusap usap punggung belakang Aida untuk menghilangkan nyeri yang dirasakannya.

“Dek, sakitnya cuma malam ini aja kok, besok udah ngga sakit lagi. Setiap malam kita bisa tidur nyenyak tanpa ngerasa sakit. Ini cuma semalam aja. Berarti nikmat Allah itu lebih banyak kan? :)”
Aida mengangguk

“Kak, dedenya udah ngga ada ya?” Aida menangis di pelukan Umar “Sambil dzikir, dek” Ucap Umar lirih

Subhanallah.. Walhamdulilllah.. Wa laa ilaa ha illallahu Allahu Akbar.
Hasbiyallahu wa ni’mal wakiil ni’mal maula wa ni’man nasiir..

Sampai tengah malam Aida belum juga bisa memejamkan matanya, tapi ia enggan untuk membangunkan umar lagi. Melihat suaminya sudah sangat terlihat lelah seharian ini mondar-mandir mengurusinya di rumah sakit.
Aida menatap wajah Umar yang terlelap. Sifatnya yang penyabar dan selalu bersyukur membuat Aida terkagum dan belajar banyak dari Umar. Pernah suatu kali Aida bertanya pada Umar tentang perasaan Umar selama menemani ibu terbaring sakit parah di rumah sakit. Umar  ketika itu sama sekali tidak menyebutkan bagaimana rasanya, ia hanya menjawab, “Rasanya..hmm, ya gitu. Berdo’a”, Betapa indahnya Umar mendefinisikan sebuah rasa dengan do’a. Ya,bukankah memang itu kata yang paling tepat untuk mendefinisikan sebuah rasa. Batapa sakit perasaan ketika diuji hanya Allah yang tau, Karena Allah yang menciptakan segala rasa, dan hanya kepadaNyalah kita mengembalikan semua rasa, lewat do’a. Allah, betapa banyak nikmat yang Dia berikan. Cinta yang dipersembahkan lelaki penyabar, yang tidak pernah mengeluh itu sempurna padanya.

***

Kamar Fatimah no.1. Keesokan paginya

Adzan shubuh berkumandang, Aida membangunkan Umar untuk mengantarnya berwudhu. Setelah mengantarkan Aidha, dan membantu Aidha kembali ke ranjang untuk melaksanakan shalat, Umar beranjak ke mushalla rumah sakit. Nyeri yang dirasakan Aidha sejak semalam belum juga hilang, darah sudah merembes cukup banyak di kain alas ranjangnya. Umar belum juga kembali dari mushala. Aidha merasakan seluruh tubuhnya lemas, ia lupa kalau selama pemasangan alat dari pukul 11 malam sampai nanti proses kuret ia harus berpuasa.

Tanpa sadar, Aida meminum seteguk air.

***

Ruang Operasi, Pukul 10.00 WIB

Dokter Rumaisha, yang bertugas sebagai dokter anestesi menghampiri Aida yang sudah terbaring di ranjang operasi.

“Kita kan do’anya yang baik-baik ya bu. Minta ke Allah anak yang baik. Kalau janin yang ada di rahim kita ini nanti berkembangnya ngga sehat dan ngga baik, ya sama Allah ngga jadi dikasih dulu. Karena sesuai dengan do’a kita: mintanya anak yang baik, iya kan?”

Aida menganggukkan kepala sambil tersenyum. Teringat do’a yang ia lantunkan disetiap sehabis shalat tarawih bulan Ramadhan tahun ini,

Robbi habli miladunka dzuriyattan thayibbah. Innaka sami’ud du’a
(Ali Imran: 28)
Ya Tuhanku berilah aku seorang anak yang baik dari sisiMu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar Do’a

Ya, Aida tak meragukan itu. Allah yang mengetahui kondisi perkembangan janin yang tumbuh dalam rahimnya. Allah yang Maha Mendengar Do’a. Yang Maha Menepati janjiNya.

“Ibu, dari semalam makan ngga?” Tanya dokter Rumaisha sebelum menyuntikkan obat bius

“Ngga dokter”

“Roti?”

“Ngga,”

“Lemper?”

“Ngga,”

“Risol?”

“Ngga”

“Telor”

“Ngga dokter :)”

“Hehe, iya bu. Habis orang Indonesia kan suka begitu. Kalau ditanya udah makan atau belum bilangnya belum. Tapi ditanyain rinciannya tau-tau udah makan roti atau risol.

Terakhir saya mau bius seorang ibu, pas ditanya sudah makan atau belum? Jawabnya belum. Tapi pas ditanya rinciannya, ketauan makan telor. Berapa? Tanya saya lagi. Jawabnya sedikit. Saya Tanya sedikitnya berapa? Eeh dua :D”  Cerita dokter Rumaisha

Aida tersenyum. Tiba-tiba ia merasakan kepalanya pusing dan ruangan operasi itu menjadi putih..

“Sudah tidak sadar. Bisa dimulai” suara samar terakhir dr. Rumaisha yang bisa didengar jelas oleh Aida. Karena beberapa menit kemudian ia sudah tidak sadarkan diri. Yang Aida rasakan saat itu hanya ada kotak-kotak yang berlalu di depannya. Dari satu kotak ke kotak-kotak lainnya. Aida merasakan sakit, tapi ia tak bisa mendefinisikan bahwa yang sakit itu rahim atau bagian tubuh yang mana. Terdengar bermacam suara samar yang sama sekali tidak dimengertinya.

Beginikah rasanya tidak sadar? Aida bahkan tak bisa merasakan dan mendefinisikan sosok tubuhnya sebagai manusia. Aida tidak tahu ia berada dimana. Di sekelilingnya hanya ada kotak dan kotak, ia berjalan dari satu kotak ke satu kotak lain, kemudian menjadi salah satu bagian dari kotak itu…

***

Ruang operasi mendadak menjadi tegang.
Aida, dalam kondisi tidak sadar mengeluarkan banyak cairan hijau dari mulutnya. Dokter Rumaisha segera member instruksi kepada asistennya dan juga dokter Selly untuk menyadarkan Aida.

“Tapi dokter, kerjaan saya belum selesai”  Ujar dokter Selly panik

“Tapi, ibu ini muntah dalam keadaan tidak sadar. Cairan lambungnya sudah banyak keluar. Harus segera
dibangunkan, kalau tidak bisa membahayakan nyawa”

Akhirnya ditengah proses kuret, Aida dibangunkan.

Kotak demi kotak yang sejak tadi mengelilinginya mendadak menjadi samar, kemudian sedikit demi sedikit menjadi jelas. Ruang Operasi. Kepala Aida masih terasa sangat pusing. Ia merunut kembali kejadian sejak kemarin siang.. Ia masih bisa mengingat semuanya, tapi badannya terasa sangat lemas..”

“Ibu, bangun bu” Asisten dokter Rumaisha menepuk nepuk pipi Aida, berusaha membuatnya tetap sadar

“Iya?” Mata Aida sedikit terbuka

“Ibu Minum ya?” Tanyanya kemudian

“Iya..”

“Ha? Jam berapa Bu?”

“Iya.. Jam lima..”

“Waduh.. kok ibu tadi ngga bilang?”

“Udah bilang tadi pagi sama suster..”

Aida merasakan kepalanya sangat pusing dan seluruh tubuhnya terasa lemas. Ia menjawab pertanyaan demi pertanyaan asistn dokter itu seperti orang mabuk, tapi semua jawabannya jujur. Sel-sel syaraf Aida belum sepenuhnya sadar. Ia tidak tahu apa yang menggerakkan lidahnya tiba-tiba saja menjawab dengan benar. Begitukah di hari kebangkitan kelak? Semoga kita semua diberi petunjuk oleh Allah untuk selalu bertindak benar. Sehingga anggota tubuh yang bersaksi atas tindakan kita, bersaksi tentang kebaikan..

Alhamdulillah kuretase selesai pukul 10.30.

Sambil menunggu kesadarannya pulih, Aida diminta berbaring di ruang operasi. Pukul 11.30 Aida mulai sadar, meskipun ketika akan duduk di kursi roda untuk dibawa kembali ke ruang rawat ia masih sempat muntah-muntah. Aida, dibawa oleh perawat ditemani Umar dan Bapak menuju ruang rawat inap. Dokter menyarankan Aida tidak langsung makan jika masih merasa mual. Selama dua jam kemudian, Aida terlelap di ruang rawat inap. Pukul setengah dua siang, ia baru sepenuhnya merasa pulih dan tidak lagi merasakan mual. Umar menyiapkan makan siang dan obat untuk Aida.

Sore harinya, Aida kembali menemui dokter Selly untuk USG.

“Hayoo, ibu nakal ya..minum. Untung ngga kenapa-kenapa” ledek dokter Selly

“Iya dokter, saya sama sekali ngga inget waktu minum. Ingetnya perutnya mules, lemes, haus, terus minum :D”

“Sekarang masih kerasa sakit ngga?”

“Alhamdulillah ngga dokter :)”

“Dari hasi USG, rahim ibu sudah bersih. Ini ada garis-garis putih tandanya otot rahimnya sudah mulai tersambung. Ibu harus banyak istirahat ya” Jelas dokter Selly

“Iya dokter, terimakasih “

Malam itu juga Aida sudah diizinkan pulang ke rumah.

***

Saat kita kehilangan, hal pertama yang perlu kita cari adalah prasangka baik kita. Jangan sampai ia ikut hilang bersama kehilangan kita. Saat kita menemukan prasangka baik ketika kehilangan, ada ganti yang lebih baik telah dijanjikan. 
-Bagas Triyatmojo

Aida mengelus perutnya yang sudah tidak lagi berisi. Allah Maha Pemutus yang Terbaik lagi Maha Bijaksana, ia tak ingin mencoba mendikte Allah dalam kehidupannya. Apa yang telah Allah takdirkan pada janinnya adalah sebuah pelajaran baginya dan suaminya untuk lebih mencintaiNya lagi.

Hari itu, sebuah awal telah Allah perkenanan baginya dan suaminya. Sebuah awal baru yang Allah berikan pada mereka dalam perjalanan menuju titik akhir.

Allahu Al ‘alim… Hanya Dia yang Maha Tahu.



Kalisari, Januari 2014

Mensyukuri berarti menjaga, merawat, mendidik, membangun kelayakan demi kelayakan hingga masanya tiba

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © Skenario takdir-Nya Urang-kurai