Karena kita tak pernah bisa memilih disimpulkan pada Takdir yang mana
Tak pernah lelah berbagi, tak rugi mengambil hikmah, tak lupa belajar dari pengalaman pun cerita takdir setiap episode yang Ia suguhkan
Akhirnya, kesimpulan itulah yang kutarik setelah mendengarkan cerita dari seorang sahabat yang telah menikah
ya, kita semua tahu kehidupan anak kost seperti apa, bukan??? terbiasa jauh dari orang tua, membuat kita "mandiri" (baca : mandi sendiri)
tak sedikit bahwa kata - kata mandiri sesungguhnya benar - benar melekat, karena jika di bandingkan dengan anak muda zaman baheula sangat jauh berbeda yang begitu ditempa dengan berbagai kesulitan dan berbagai minim fasilitas.
Nyatanya, kita akan lebih memilih membeli makanan yang sudah jadi ketimbang harus menghabiskan waktu untuk memasak, yang pada akhirnya kebanyakan dari kita memasak nasi, mie instan, dan air adalah keahlian yang sudah default dipunyai para hawa (baca : lebih sering)
masalah bangun tidur saja, ketika kita masih single tak akan ada yang komplain kita mau bangun jam berapa, kita mau guling - guling di atas kasur seharian apalagi kalau waktu libur sedunia.
Masalah nyuci baju, yah namanya juga anak kost, lagi dan lagi. Kalau pas ada uang tapi malas yaudah masukin laundry jadi, atau mau cucian numpuk sampai seminggu baru dicuci pun tak masalah, ataupun ngerendem baju berhari - hari pun tak masalah, dengan alasan kesibukan hihihihi
Masalah kamar, sekali lagi saya tekankan, namanya juga anak kost. Kamar ya kamar sendiri, mau berantakan atau rapi ya ga akan ada yang protes selagi dia itu sendiri.
Sampai - sampai saya pernah status wanita seperti ini, "Bakat masak itu bisa muncul seketika" berarti ga usah latian masak
yang sebenarnya lagi - lagi itu menimbulkan pertanyaan besar bagi diriku, garis bawahi ya BAGI DIRIKU. Karena aku memfatwakan segalanya kembali kepada diriku lagi
"Mungkin benar bakat masak bisa muncul seketika, namun apakah kita bisa memilih dipasangkan dengan sosok imam yang betapa sabarnya menunggu kita sedang belajar memasak atau syukur - syukur jika si suami punya bakat masak bisa mengajarkan dengan betapa lembut dan sabarnya kepada sang istri. Sedangkan, bagaimana jika disimpulkan pada takdir suami yang pemarah, tidak sabaran, dan tidak mau tau kita harus sudah bisa masak yang enak. lagi - lagi itu ku fatwakan pada hatiku."
dan kesimpulan lagi yang kudapati adalah "Bahwa habit ketika kita single dulu, itu juga mempengaruhi ya sholihat, sedangkan para adam diluar sana ekspektasi tentang para akhwat seperti kami begitu tinggi. Ya tentang keahlian memasak, ya tentang managament waktu, ya tentang pergaulan sosial, ya tentang mengurus rumah tangga"
maka tibalah pada kesimpulan diatas tersebut yang kujadikan judul, bahwa tak ayalnya kita harus terus belajar menjadi baik, pun seperti pernah beberapa sahabat mencibir beberapa ketika aku mengikuti kuliah pra nikah atau dengan komentar, ah itu mah gampang nanti kalau sudah mau menikah
ya mungkin bagiku, ini bagiku lho ,,,,, aku tak cukup mampu menjadi langsung bisa memahami keseluruhannya dengan waktu menjelang atau sekejap, karena aku pun tak memiliki cukup ilmu bahwa kelak nantinya aku selalu memiliki kesempatan untuk meraih ilmu yang ada di depan, selagi masih bisa ada waktu, tanpa nanti dan tanpa tapi ,,,,, meski tentang realisasi MENIKAH itu sendiri, Allah telah mempersiapkan sendiri.
Bak untaian cinta dari Ust. Salim A. Fillah tentang Baiti Jannati, begitu pula impian bagi semua para wanita sholihah diseluruh dunia kufikir
ingin menjadikan Rumah pun tempat melabuh rindu, membagi tawa dan pangkuan, lalu wangian Surga semilir bersama tahmid.
Tempat menegak malam dan dzikir menggigil dan tangis pertaubatan bersama seseorang qowwam
Rumahku adalah rasa aman dalam genggaman jemari Ar-Rahman
Rumahku adalah juga derak kekhawatiran agar tiada lena dalam fana
Rumahku perhentianTempat iman diperbarui dan ruh diisi ulang,
Lalu aku harus keluar membukti amalanRumahku, menawan tenteram, menggerak bandang
Rumahku Mungkin belum surga, tapi Insya AllahSerambinya
Ketika Sang Garis takdir telah berbicara,
mudah bagi bagi Allah menyimpulkan satu rindu dari hati yang satu ke hati yang lain,
menyelaraskan impian dihati yang satu untuk digapai berjamaah di hati yang lain.
Saya percaya, Tidak akan ada kata sia - sia ,,,, tentang waktu yang saya luangkan untuk selalu memperbaiki diri, mempersiapkan diri, mengindahkan diri pada kata "iya", begitupun juga Q.S. An-Nissa mungkin ia masih mempersiapkannya Bahkan pada kata "iya" itu sendiri,
disanalah dalam rentang waktu tersebut saya berproses untuk menjadi satu kesatuan diri saya, utuh.
Pada segala hal yang tidak bisa saya dapatkan, saya meminta kepada Allah agar diberi keluasan hati untuk menerima bahwa yang saya inginkan pastilah tidak lebih baik dari apa yang (akan) diberikan oleh-Nya.
Bukankah kelak tujuan yang ingin di capai dalam proses tersebut adalah mampu mengambil hikmah ketika ada permasalahan yang di dalamnya menguatkan sakinah, mempertebal mawaddah, memperbesar rahmah, dan memperdalam berkah. Insya Allah ^_^
Yogyakarta, 28 Februari 2015
By : Dessy Norita Pratiwi
"Karena Kita tak pernah bisa memilih disimpulkan pada Takdir yang mana"
Akhirnya, kesimpulan itulah yang kutarik setelah mendengarkan cerita dari seorang sahabat yang telah menikah
ya, kita semua tahu kehidupan anak kost seperti apa, bukan??? terbiasa jauh dari orang tua, membuat kita "mandiri" (baca : mandi sendiri)
tak sedikit bahwa kata - kata mandiri sesungguhnya benar - benar melekat, karena jika di bandingkan dengan anak muda zaman baheula sangat jauh berbeda yang begitu ditempa dengan berbagai kesulitan dan berbagai minim fasilitas.
Nyatanya, kita akan lebih memilih membeli makanan yang sudah jadi ketimbang harus menghabiskan waktu untuk memasak, yang pada akhirnya kebanyakan dari kita memasak nasi, mie instan, dan air adalah keahlian yang sudah default dipunyai para hawa (baca : lebih sering)
masalah bangun tidur saja, ketika kita masih single tak akan ada yang komplain kita mau bangun jam berapa, kita mau guling - guling di atas kasur seharian apalagi kalau waktu libur sedunia.
Masalah nyuci baju, yah namanya juga anak kost, lagi dan lagi. Kalau pas ada uang tapi malas yaudah masukin laundry jadi, atau mau cucian numpuk sampai seminggu baru dicuci pun tak masalah, ataupun ngerendem baju berhari - hari pun tak masalah, dengan alasan kesibukan hihihihi
Masalah kamar, sekali lagi saya tekankan, namanya juga anak kost. Kamar ya kamar sendiri, mau berantakan atau rapi ya ga akan ada yang protes selagi dia itu sendiri.
Sampai - sampai saya pernah status wanita seperti ini, "Bakat masak itu bisa muncul seketika" berarti ga usah latian masak
yang sebenarnya lagi - lagi itu menimbulkan pertanyaan besar bagi diriku, garis bawahi ya BAGI DIRIKU. Karena aku memfatwakan segalanya kembali kepada diriku lagi
"Mungkin benar bakat masak bisa muncul seketika, namun apakah kita bisa memilih dipasangkan dengan sosok imam yang betapa sabarnya menunggu kita sedang belajar memasak atau syukur - syukur jika si suami punya bakat masak bisa mengajarkan dengan betapa lembut dan sabarnya kepada sang istri. Sedangkan, bagaimana jika disimpulkan pada takdir suami yang pemarah, tidak sabaran, dan tidak mau tau kita harus sudah bisa masak yang enak. lagi - lagi itu ku fatwakan pada hatiku."
dan kesimpulan lagi yang kudapati adalah "Bahwa habit ketika kita single dulu, itu juga mempengaruhi ya sholihat, sedangkan para adam diluar sana ekspektasi tentang para akhwat seperti kami begitu tinggi. Ya tentang keahlian memasak, ya tentang managament waktu, ya tentang pergaulan sosial, ya tentang mengurus rumah tangga"
maka tibalah pada kesimpulan diatas tersebut yang kujadikan judul, bahwa tak ayalnya kita harus terus belajar menjadi baik, pun seperti pernah beberapa sahabat mencibir beberapa ketika aku mengikuti kuliah pra nikah atau dengan komentar, ah itu mah gampang nanti kalau sudah mau menikah
ya mungkin bagiku, ini bagiku lho ,,,,, aku tak cukup mampu menjadi langsung bisa memahami keseluruhannya dengan waktu menjelang atau sekejap, karena aku pun tak memiliki cukup ilmu bahwa kelak nantinya aku selalu memiliki kesempatan untuk meraih ilmu yang ada di depan, selagi masih bisa ada waktu, tanpa nanti dan tanpa tapi ,,,,, meski tentang realisasi MENIKAH itu sendiri, Allah telah mempersiapkan sendiri.
“takdir takkan pernah salah berkisah, bukan?”
Bak untaian cinta dari Ust. Salim A. Fillah tentang Baiti Jannati, begitu pula impian bagi semua para wanita sholihah diseluruh dunia kufikir
ingin menjadikan Rumah pun tempat melabuh rindu, membagi tawa dan pangkuan, lalu wangian Surga semilir bersama tahmid.
Tempat menegak malam dan dzikir menggigil dan tangis pertaubatan bersama seseorang qowwam
Rumahku adalah rasa aman dalam genggaman jemari Ar-Rahman
Rumahku adalah juga derak kekhawatiran agar tiada lena dalam fana
Rumahku perhentianTempat iman diperbarui dan ruh diisi ulang,
Lalu aku harus keluar membukti amalanRumahku, menawan tenteram, menggerak bandang
Rumahku Mungkin belum surga, tapi Insya AllahSerambinya
Ketika Sang Garis takdir telah berbicara,
mudah bagi bagi Allah menyimpulkan satu rindu dari hati yang satu ke hati yang lain,
menyelaraskan impian dihati yang satu untuk digapai berjamaah di hati yang lain.
Saya percaya, Tidak akan ada kata sia - sia ,,,, tentang waktu yang saya luangkan untuk selalu memperbaiki diri, mempersiapkan diri, mengindahkan diri pada kata "iya", begitupun juga Q.S. An-Nissa mungkin ia masih mempersiapkannya Bahkan pada kata "iya" itu sendiri,
disanalah dalam rentang waktu tersebut saya berproses untuk menjadi satu kesatuan diri saya, utuh.
![]() |
| Dessy Norita Pratiwi |
Pada segala hal yang tidak bisa saya dapatkan, saya meminta kepada Allah agar diberi keluasan hati untuk menerima bahwa yang saya inginkan pastilah tidak lebih baik dari apa yang (akan) diberikan oleh-Nya.
Bukankah kelak tujuan yang ingin di capai dalam proses tersebut adalah mampu mengambil hikmah ketika ada permasalahan yang di dalamnya menguatkan sakinah, mempertebal mawaddah, memperbesar rahmah, dan memperdalam berkah. Insya Allah ^_^
Yogyakarta, 28 Februari 2015
By : Dessy Norita Pratiwi

Tidak ada komentar:
Posting Komentar